Blog Archive
-
▼
2011
(28)
-
▼
June
(19)
- Tonsilitis (Radang pada Amandel/Tonsil)
- Infeksi pada Kehamilan : Infeksi Saluran Kemih
- Pola Makan yang Memicu Cegukan
- Rambut Bebas Ketombe? Aseeeekkkkk!
- "Morning Sickness"? Apaan tuh...
- Ayat Suci dalam Kromosom Manusia
- Susu Wajib Dihabiskan 2 Jam Setelah Diseduh
- Jangan Suka Mengguncang Bayi karena Itu Berbahaya
- SAY NO TO DRUGS!!!
- Deteksi Dini Ca Cervix
- DIVERTIKULUM MECKEL
- Otitis Media Efusi
- EFEK PENGENCERAN 0.5% PROPOFOL TERHADAP NYERI PADA...
- Dasar-Dasar Peniadaan Kelalaian Medik
- Flu Singapura..ada kah?
- Thanatologi
- Tetralogi of Fallot (ToF)
- Larangan-larangan untuk Ibu Hamil
- Ulcus Carcinomatous
-
▼
June
(19)
EFEK PENGENCERAN 0.5% PROPOFOL TERHADAP NYERI PADA INJEKSI SEWAKTU INDUKSI ANASTESI PADA ANAK-ANAK
Latar Belakang: Nyeri sewaktu injeksi propofol pada anak-anak telah dilaporkan sebanyak 30-80%. Alasan terjadinya nyeri ini diperkirakan disebabkan oleh fase akuous pada emulsi propofol. Oleh karena itu, untuk pertama kalinya, studi ini menguji hipotesis tentang pengenceran propofol menjadi emulsi 0.5% yang mungkin dapat mengurangi insiden nyeri sewaktu injeksi porpofol.
Metode : Desain penelitian adalah prospektif, monocenter, double-blind dan random. 64 orang anak-anak berumur 2-6 tahun dijadwalkan mendapat 0.5% atau 1.0% propofol dalam emulsi trigliserida-rantai-sedang/trigliserida-rantai-panjang. Insiden dan intensitas nyeri dinilai dari eksperesi nyeri dan penarikan tangan yang spontan. Dalam sub-kelompok yang terdiri dari 21 orang anak-anak, level trigliserida serum diukur sebelum, 3 menit dan 20 menit setelah induksi. Kejadian buruk dicatat.
Hasil : Jumlah propofol yang diperlukan sehingga refleks bulu mata hilang adalah 4.40 ± 1.01 mg/kg untuk propofol 0.5% dan 4.31 ± 0.86 mg/kg untuk propofol 1.0%. Persentase anak-anak yang menunjukkan sekurang-kurangnya satu reaksi nyeri adalah 23.3% dalam kelompok propofol 0.5% dan 70.0% dalam kelompok propofol 1.0% (P < p =" 0.001" p =" 0.03).">
Kesimpulan : Pengenceran propofol menjadi emulsi trigliserida-rantai-sedang/trigliserida-rantai-panjang 0.5% dapat mengurangi nyeri secara efektif sewaktu injeksi pada anak-anak berumur 2 – 6 tahun. Dosis kumulatif hingga 4-5 mg/kg propofol menyebabkan kenaikan moderat level trigliserida dan tidak menyebabkan efek buruk yang signifikan.
NYERI sewaktu injeksi propofol pada anak-anak sering dilaporkan sebanyak 30-80% kejadian. Telah banyak percobaan dilakukan untuk mengurangi nyeri, seperti penambahan lidocaine atau thiopental, penggunaan emulsi trigliserida-rantai-sedang (MCT)/trigliserida-rantai-panjang (LCT) atau nitrous oksida, atau injeksi ketamin sebelum propofol. Tetapi, sejauh ini tidak ada dari metode ini yang berhasil mengeliminasi nyeri dengan komplit. Alasan untuk nyeri sewaktu injeksi diperkirakan adalah kosentrasi propofol dalam fase akuos pada emulsi itu. Propofol selalu didapati dalam konsentrasi propofol 1.0% dalam emulsi lipid yang mengandungi trigliserida 10%. Mengurangkan konsentrasi obat dengan mengencerkan lagi dengan emulsi lipid 10% menjadi konsentrasi propofol yang lebih rendah mungkin mengurangkan insiden dan beratnya nyeri sewaktu injeksi dengan mengurangkan konsentrasi propofol bebas dalam emulsi fase akuous. Tetapi, dengan pengenceran, memerlukan pemberian kuantitas emulsi lipid yang diperkirakan lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama dengan kosentrasi sebelumnya. Ini dapat menyebabkan hiperlipidemia. Oleh karena itu, studi ini terdiri dari dua bagian : Dalam bagian pertama, kami mengevaluasi propofol 1.0% dalam emulsi MCT/MLT 10% yang ada secara komersial (Propofol Lipuro®; B. Braun Melsungen AG, Melsungen, German) kemudian diencerkan lagi dengan formulasi MCT.MLT 10% hingga menjadi konsentrasi akhir propofol 0.5% dalam formulasi MCT/MLT 10% mengurangi insiden dan beratnya nyeri sewaktu injeksi dibandingkan dengan emulsi 1%. Dalam bagian kedua, kami mengukur jangka waktu trigliserida serum setelah injeksi emulsi MCT/MLT propofol yang berbeda dalam dua sub kelompok anak-anak (i.e., 21 orang pasien pertama) untuk mengesankan perbedaan antara kedua kelompok. Sebagai tambahan, perbedaan antara kedua kelompok ini dari segi jumlah propofol yang diperlukan, hemodinamik, saturasi oksigen, reaksi kulit lokal, dan kejadian buruk dicatat. Untuk penelitian, kami memilih emulsi MCT/MLT, karena studi sebelumnya menunjukkan pengurangan nyeri yang signifikan berbanding emulsi LCT.
Material dan Metode
Pasien dan Metode
Desain penelitian adalah prospektif, monosenter, double-blind, random, dan disetujui oleh komite etika lokal (Ethikkommission der Medizinischen Fakultät der Universität zu Köln, University Hospital of Cologne, Cologne, German). Enam puluh empat orang anak-anak berumur 2 – 6 tahun, yang dijadwalkan untuk menjalani operasi elektif rawat jalan urologi atau umum (e.g., operasi hernia inguinalis, sirkumsisi), dan sesuai untuk studi dimasukkan setelah mendapatkan inform konsen tertulis dari orangtua mereka. Pada hari operasi, anak-anak ditunjuk secara acak menurut jadwal alokasi komputerisasi pada dua kelompok yang menerima propofol 0.5% atau propofol 1.0% untuk induksi anastesi. Kriteria ekslusi adalah intolerabilitas terhadap obat yang diuji, baru mendapat pengobatan dengan efek sedatif, penyakit ginjal atau hepar, insuffiensi jantung, hipovolemi, aplikasi parentral emulsi lipid, status fisik American Society of Anesthesiologist III atau IV, berpartisipasi dengan percobaan klinis yang lain, nyeri kronik atau riwayat kejang. Propofol disediakan oleh B. Braun Melsungen AG (Melsungen, German). Dalam kelompok propofol 1.0%, diberikan propofol 1% yang ada secara komersial (Propofol-Lipuro®; B. Braun Melsungen AG) dalam emulsi MCT/MLT 10%. Dalam kelompok propofol 0.5%. propofol diencerkan oleh pabrik secara ekslusif untuk studi ini dengan emulsi MCT/LCT 10% yang sama menjadikan konsentrasi akhir propofol 0.5% dalam emulsi MCT/LCT 10%. Semua anak-anak mendapatkan campuran eutektik anastesi lokal (EMLA®; Astrazeneca GmbH, Wedel, German) di dorsum kedua tangan 2 jam sebelum waktu operasi yang dijadwalkan dan diberikan premedikasi midazolam (0.5 mg/kg) secara oral 15-45 menit sebelum induksi anastesi. Untuk semua anak-anak, digunakan vena di belakang tangan. Sewaktu preoksigenasi, diberikan remifentanil (0.25 µg · kg—1 · min—1) selama 1 menit dengan menggunakan pam infus. Kemudian, propofol 3 mg/kg diinjeksi dalam waktu 30 detik dengan menggunakan pam infus (Alaris Medical System, Baesweiler, German) untuk kedua kelompok. Kemudian, anak-anak dalam kelompok propofol 0.5% mendapatkan dosis propofol yang sama (3 mg/kg) tetapi dengan jumlah emulsi MCT/LCT dua kali lebih banyak berbanding dengan anak-anak dalam kelompok propofol 1.0%. Pam infus disiapkan oleh peneliti yang tidak terlibat dalam pemberian anastesi atau evaluasi hasil akhir variabel. Sewaktu penelitian, pam tersebut ditutupi untuk mencegah agar tidak mengaburkan peneliti yang mengevaluasi hasil akhir variabel. Satu peneliti menilai nyeri pada semua anak-anak dan peneliti kedua memberika anastesi dan mengevaluasi level sedasi. Menurut penilaiannya, dosis tambahan propofol 1.0 mg/kg (setiap 30 detik, diberikan dalam waktu 10 detik) dititrasi sehingga refleks bulu mata hilang. Setelah mencapai level sedasi yang memuaskan, dimasukkan laryngeal mask airway, dan anastesi dipertahankan dengan menggunakan remifentanil 0.25 µg · kg—1 · min—1 dan sevoflurane (kosentrasi minimal alveolar 0.5-1) dengan oksigen.
Penilaian Nyeri sewaktu Injeksi
Terdapat dua pendekatan estimasi nyeri yang digunakan oleh peneliti yang mengevaluasi nyeri secara serentak : (1) Sewaktu induksi, peneliti 1 memegang kedua tangan anak dan menilai percobaan anak untuk menarik kembali tangan yang diinfus dibandingkan dengan tangan yang sebelahnya. Percobaan ini diklasifikasikan seperti : 0 = tidak ada, 1 = lembut, 2 = sedang, 3 = kuat. (2) Intensitas ekspresi nyeri spontan diklasifikasikan seperti : 0 = tidak ada, 1 = meringis, 2 = menangis, 3 = menjerit.
Efektifitas, Level Trigliserida dan Kejadian Buruk
Pada 21 orang anak-anak pertama, sampel darah diambil sebelum induksi anastesia dari kanul intravena di belakang tangan. Setelah induksi anastesi, dua sampel darah tambahan diambil pada waktu 3 menit dan 20 menit setelah dosis terakhir propofol dari kateter vena yang dimasukkan di lengan sebelahnya. Trigliserida serum dianalisa dengan menggunakan tes trigliserida GPO-PAP (Roche, Basel, Switzerland). Dosis total propofol yang diberikan kepada setiap anak merupakan jumlah dosis bolus pertama dan kesemua dosis subsekuen. Saturasi oksigen, denyut jantung dan tekanan darah diobservasi selama penelitian dijalankan. Kejadian buruk seperti perlengketan tempat punksi, eritema, eksantema, sendawa, myoklonus, atau muntah dinilai dengan skala : 0 = minor, 1 = sedang, 2 = berat. Keputusan untuk terapi kejadian ini tergantung ahli anastesi yang hadir disitu, yang tidak mengetahui tentang penelitian obat ini.
Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan oleh Institut für Angewandte Statistik GmbH, Bielefeld, German. Data dibandingkan di dalam dan diantara 2 kelompok dengan uji t (parameter garis dasar hemodinamik, umur, berat badan, garis dasar nilai trigliserida), uji Mann-Whitney U (dosis propofol, tanda-tanda yang menunjukkan intensitas nyeri), uji mutlak Fisher (data binary), uji chi-square (jenis kelamin), dan analisis kovarians untuk semua pengukuran yang berulang (nilai trigliserida). Semua uji kaji dilakukan secara dua arah dengan level α = 0.05 dan 1 – β = 0.80 yang signifikan. Ukuran sampel ditentukan secara prospektif menurut kriteria berikut : Insiden kejadian nyeri diperkirakan 66% setelah propofol 1.0%; target adalah untuk mengurangkan insiden nyeri kepada setengah menjadi 33%. Oleh itu, ukuran sampel dihitung sebagai n = 29 untuk setiap kelompok (n = 32 dengan kadar dropout sekitar 10%).
Hasil
Karaktersitik Pasien dan Dropout
Enam puluh empat anak-anak dimasukkan dalam studi ini (32 orang dalam setiap kelompok). dalam kelompok propofol 0.5%, umur mean adalah 4.6 (± 1.3) tahun, berat badan mean adalah 18.3 (± 4.1) kg, dan tinggi badan mean adalah 107 (± 9) cm. Semua anak-anak adalah laki-laki. Dalam kelompok propofol 1.0%, umur mean adalah 4.2 (± 1.4) tahun, berat badan mean adalah 17.6 (± 4.0) kg, dan tinggi badan mean adalah 104 (± 10) cm. Dua anak-anak adalah perempuan. Karakteristik demografik dan garis dasar anak-anak tidak berbeda antara kedua kelompok. Pada 4 orang anak (2 dari setiap kelompok), percobaan harus diterminasi secara prematur setelah diacak karena akses vena di belakang tangan tidak memungkinkan. Pasien yang selebihnya menyelesaikan percobaan seperti yang dijadwalkan. Oleh itu, populasi studi terdiri dari 60 orang anak-anak.
Penilaian Nyeri
Keseluruhan insiden dan juga intensitas untuk menarik kembali lengan menurun secara signifikan dalam kelompok propofol 0.5% berbanding dengan kelompok propofol 1.0%. Menilai intensitas nyeri dengan menggunakan skala bertingkat eksperesi nonverbal, beratnya nyeri sewaktu injeksi berkurang secara signifikan pada kelompok propofol 0.5% berbanding kelompok 1.0% (P = 0.04). Tetapi insiden ekspresi nyeri secara spontan secara keseluruhan tidak berbeda antara kedua kelompok (P = 0.10). Keterangan diringkaskan dalam tabel 1.
Table 1. Nyeri pada saat injeksi
Propofol 0,5% (n=30) Propofol 1% (n=30) nilai P (test) |
Intensitas usaha untuk menarik <> kembali tangan Tidak ada 23 (76,7) 9 (30,0) Lembut 4 (13,3) 5 (16,7) Sedang 2 (6,7) 13 (43,3) Kuat 1 (3,3) 3 (10,0) Total kejadian 7 (23,3) 21 (70,0) <> Intensitas ekspresi nyeri spontan 0,04 (U test) Tidak ada 29 (96,7) 24 (80,0) Meringis 1 (3,3) 2 (6,7) Menangis - 4 (13,3) Menjerit - - Total kejadian 1 (3,3) 6 (20,0) 0,10 (Fisher) |
Efektifitas, Level Trigliserida, dan Kejadian Buruk
Jumlah propofol yang sama diperlukan dalam kedua kelompok untuk mencapai kehilangan refleks bulu mata (propofol 0.5% : 4.40 ± 1.01 mg/kg; propofol 1.0% : 4.31 ± 0.86 mg/kg). Walaupun garis dasar nilai trigliserida tidak berbeda antara kedua kelompok, ia meningkat secara signifikan dalam kelompok propofol 0.5% dibandingkan dengan kelompok propofol 1.0% pada waktu 3 menit dan 20 menit setelah diberikan propofol. Hasil ditunjukkan dalam gambar 1.
Gambar 1.
Nilai Trigliserida (mg/dl). *P < bawah =" persentil" vertikal =" persentil" kotak =" persentil" median =" persentil" kotak =" persentil" vertikal =" persentil" vertikal =" persentil" kotak =" mean.
Tidak ada eritema, wheal, atau reaksi kulit lain didapati setelah operasi di tempat punksi vena. Dua anak-anak dalam kelompok propofol 1.0% perlu dirawat postoperatif karena muntah. Setelah induksi, tekanan darah dan denyut jantung menurun dalam kedua kelompok tanpa memerlukan intervensi medis. Nilai absolut tekanan arteri mean tidak berbeda antara kedua kelompok. Tetapi, karena nilai garis dasar tekanan arteri mean dalam kelompok propofol 0.5% sedikit lebih tinggi, perbedaan T1 (langsung setelah bolus awal) – T0 (garis dasar) dan T2 (refleks bulu mata hilang) – T0 secara signifikan lebih tinggi dalam kelompok propofol 0.5% berbanding kelompok propofol 1.0% (P <>
Gambar 2.
Tekanan arteri rata-rata (mmHg ± SD). T0 = garis batas; T1 = segera setelah bolus initial; T2 = hilangnya refleks bulu mata; T3 = akhir dari anestesi; T1 – T0 = perbedaan antara tekanan arteri rata-rata pada T1 dan T0; T2 – T0 = perbedaan antara tekanan arteri rata-rata pada T2 dan T0.
*P <># P <>
Pembahasan
Penelitian prospektif dan double-blind ini menunjukkan penurunan signifikan intensitas nyeri pada anak-anak berumur 2 – 6 tahun setelah injeksi intravena propofol yang diencerkan dengan emulsi MCT/LCT 10% menjadi konsentrasi akhir 0.5% dibanding formulasi standar propofol 1.0% dalam emulsi MCT/LCT 10% yang sama. Penemuan ini mungkin penting untuk semua dokter yang memberi sedasi atau anastesi kepada anak-anak untuk berbagai prosedur klinis. Menurut produsen, emulsi propofol 0.5% yang digunakan dalam studi ini stabil pada suhu kamar, masih belum disetujui untuk penggunaan klinik, dan belum tersedia untuk penggunaan klinik (komunikasi personal dengan representatif kompeni, Tamara Dehnhardt, Agustus 2006).
Insiden nyeri sewaktu injeksi propofol telah dilaporkan berkisar dari 30% hingga 90% kejadian. Untuk memperbaiki situasi ini, banyak strategi yang berbeda telah dilakukan, termasuk penggunaan emulsi MCT/LCT menggantikan emulsi LCT, mengencerkan obat dengan glukosa, memberikan anastetik intravena sebelum atau secara bersamaan dengan propofol, menginjeksi lidocaine sebelumnya, atau mencampurkan lidocaine dengan propofol. Cara ini berhasil mengurangkan insiden nyeri sewaktu injeksi propofol menjadi sekitar 40%. Dalam studi ini, penggunaan propofol 0.5% menyebabkan insiden menjadi hanya sebanyak 23%.
Pengenceran propofol dengan cairan akuous sepertinya tidak mengurangkan nyeri sewaktu injeksi propofol. Oleh itu, jumlah lipid yang lebih tinggi mungkin alasan utama mengurangkan insiden nyeri dalam penelitian kami. Hasil yang kami dapatkan didukung oleh Doenicke dkk dan Klement dkk, melaporkan penurunan intensitas nyeri setelah injeksi propofol yang diencerkan dengan emulsi lipid pada pasien dewasa atau sukarelawan. Data dalam bentuk ringkasan ini mendukung kuat hipotesis bahawa jumlah propofol dalam emulsi fase akuous mungkin penyebab utama nyeri sewaktu injeksi.
Insiden dan beratnya nyeri sewaktu injeksi propofol MCT/LCT 1% dalam studi kami dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang menggunakan emulsi MCT/LCT dan kriteria untuk menilai nyeri sewaktu injeksi seperti menarik kembali lengan dan eksperesi nyeri spontan. Dalam keterangannya, Schaud dkk melaporkan eksperesi nyeri sebanyak 47% dan penarikan kembali lengan sebanyak 24% pada 92 orang wanita dewasa yang diberikan propofol MCT/LCT 1%. Röhm dkk menemukan insiden nyeri sebanyak 53% sewaktu injeksi propofol MCT/LCT 1.0% dan tidak ada perbedaan antara propofol LCT dengan propofol MCT/LCT 1.0% dalam studi yang melibatkan 202 pasien dewasa.
Berbeda dengan studi oleh Larsen dkk, penggunaan emulsi MCT/LCT tidak menyebabkan insiden nyeri rendah secara keseluruhan, walaupun remifentanil telah diberikan sebelum injeksi propofol. Dalam stusi Larsen dkk, hanya 10% dari sub-kelompok 20 anak-anak yang diberikan propofol MCT/LCT 1.0% melaporkan nyeri. Tetapi, dalam kelompok yang diberikan propofol LCT 1.0%, insiden nyeri setelah injeksi propofol juga rendah (25%).
Karena kesukaran untuk menilai nyeri dan berbagai metode dan desain penelitian, laporan tentang insiden dan intensitas nyeri sewaktu injeksi propofol sukar dibandingkan antara satu sama lain. Terlebih lagi, studi dan data tentang anak-anak jarang didapati dalam konteks ini. Pastinya, anak-anak menemukan diri mereka dalam situasi yang asing dan menakutkan seperti di ruang operasi tidak dapat mengekspresikan derajat nyeri mereka dengan adekuat. Hasilnya, kebanyakan studi dilakukan dengan evaluasi nyeri yang diteliti dari menarik kembali lengan, menangis, menjerit atau meringis. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menggunakan beberapa pendekatan untuk meneliti evaluasi nyeri secara bersamaan.
Keterbatasan studi kami mungkin adalah kekurangan kelompok seterusnya yang telah diberikan lidocaine terlebih dahulu dan tourniket untuk 120 detik atau yang diberikan inhalasi nitrous oksida sebelum injeksi propofol. Sebagai akibatnya, kami tidak dapat membandingkan efektifitas regimen kami secara langsung untuk teknik paling efektif yang ada sekarang. Tambahan lagi, karena pemberian remifentanil sebelum injeksi propofol, reaksi terhadap stimulus nyeri mungkin berkurang dalam kedua kelompok, oleh itu mempengaruhi hasil yang didapatkan dalam studi ini. Tetapi, di kebanyakan institusi, merupakan tindakan klinikal biasa untuk menginjeksi opiod poten seperti remifentanil atau fentanyl sebelum induksi anastesia untuk mengurangkan reaksi pasien terhadap intubasi tracheal atau pemasangan laryngeal mask. Oleh itu, untuk mengatasi situasi klinikal biasa ini, kami memutuskan untuk memberikan dosis sedang remifentanil (0.25 µg · kg—1 · min—1) dalam jangka waktu pendek 1 menit sebelum induksi anastesia dengan emulsi penelitian. Terlebih lagi, karena kami dapat menunjukkan insiden nyeri yang lebih tinggi sewaktu injeksi emulsi MCT/LCT propofol 1.0% apabila dibandingkan dengan studi oleh Larsen dkk, jumlah remifentanil yang diinfus sebelum injeksi obat penelitian sepertinya hanya signifikan secara marginal.
Berhubungan dengan efektifitas persediaan propofol 0.5%, kami tidak menemukan banyak perbedaan dalam dosis obat dibandingkan dengan propofol 1%, dan jumlah yang diperlukan masih dalam batas normal untuk anak-anak pada umur ini, mengatakan bahwa efektifitas tidak berubah oleh pengenceran. Konsep ini didukung oleh fakta bahawa penggunaan formulasi propofol lain dengan konsentrasi propofol yang lebih tinggi tidak menyebabkan perubahan terhadap dosis yang diperlukan. Tetapi, karena studi ini tidak didesain untuk mencari dosis, studi dengan tujuan akhir ini perlu dilakukan seterusnya untuk menjawab persoalan itu.
Berhubungan dengan perubahan hemodinamik, tidak ada intervensi medis perlu dilakukan oleh ahli anastesi yang hadir yang tidak mengetahui tentang studi pengobatan ini. Dalam kedua kelompok, semua parameter vital selalu dalam batas yang dapat diterima untuk anak-anak berumur 2-6 tahun. Parameter hemodinamik tidak berbeda antara kelompok dalam nilai yang absolute. Tetapi, penurunan tekanan arteri mean dalam kelompok propofol 0.5% lebih jelas berbanding kelompok propofol 1.0%. Penurunan ini disebabkan oleh tonus simpatetik yang rendah yang disebabkan oleh pengurang stimulus nyeri dalam kelompok propofol 0.5% tidak dapat dijawab oleh data kami.
Insiden nyeri sewaktu injeksi propofol berkurang tiga kali lipat dengan formulasi 0.5%, dari 70% dengan emulsi MCT/LCT propofol 1% menjadi 23% dengan konsentrasi 0.5%. Dalam populasi kecil studi kami, dosis kumulatif sehingga 4-5 mg/kg propofol menyebabkan peningkatan level trigliserida yang moderat dan tidak menyebabkan kejadian buruk yang signifikan.
Jurnal Anestesi_Diterjemahkan saat clerkship di bagian Anestesi
0 comments:
Post a Comment