Blog Archive
Haid dan Permasalahannya (2)

Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau sebaliknya, pendek. Namun, penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak normal, tak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus haid, melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai. Penanganan dilakukan oleh dokter berdasarkan penyebabnya.
1. Fungsi Hormon Terganggu.
Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis siklus haid pun akan terganggu.
2. Kelainan Sistemik.
Ada ibu yang tubuhnya sangat gemuk atau kurus. Hal ini bisa memengaruhi siklus haidnya karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik. Atau ibu menderita penyakit diabetes, juga akan memengaruhi sistem metabolisme ibu sehingga siklus haidnya pun tak teratur.
3. Stress.
Stress jangan dianggap enteng sebab akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh. Bisa saja karena stres, si ibu jadi mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolismenya terganggu. Bila metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu.
4. Kelenjar Gondok .
Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bisa menjadi penyebab tak teraturnya siklus haid. Gangguan bisa berupa produksi kelenjar gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid) maupun terlalu rendah (hipotiroid). Pasalnya, sistem hormonal tubuh ikut terganggu.
5. Hormon Prolaktin Berlebihan .
Pada ibu menyusui, produksi hormon prolaktinnya cukup tinggi. Hormon prolaktin ini sering kali membuat ibu tak kunjung haid karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan ibu. Pada kasus ini tak masalah, justru sangat baik untuk memberikan kesempatan pada ibu guna memelihara organ reproduksinya. Sebaliknya, jika tidak sedang menyusui, hormon prolaktin juga bisa tinggi, biasanya disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di dalam kepala.
Klasifikasi
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:
1. Kelainan siklus : Amenorrhea, Oligomenorrhea, Polymenorrhea
2. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid: Hipermenorrhea atau menoragia dan Hipomenorrhea
3. Perdarahan di luar haid : Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid : dysmenorrhea, Pre Menstrual Syndrome (PMS), Mastodinia/Mastalgia dan Mittelschmerz
1. Kelainan Siklus
a). Amenorrhea (amenore)
Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat.
Amenore terbagi menjadi 2 :
- Amenore primer
Terlahir dengan organ genital atau panggul yang terbentuk tidak sempurna (tidak memiliki rahim atau vagina, septum vagina, stenosis serviks, atau selaput dara imperforata) dapat menyebabkan amenore primer.
Hormon memainkan peran besar dalam siklus menstruasi wanita. Masalah hormon dapat terjadi ketika:
> perubahan terjadi pada bagian-bagian otak di mana hormon-hormon yang membantu mengelola siklus menstruasi diproduksi
> ovarium tidak bekerja dengan benar
Masalah-masalah ini mungkin karena:
> cacat genetik
> infeksi yang terjadi dalam rahim atau setelah kelahiran
> cacat lahir lainnya
> tumor
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan amenore primer :
- Sindrom adrenogenital
- Anoreksia
- Sindrom Turner
- Penyakit Cushing
- Obesitas
Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging(MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH.
- Amenore sekunder
Amenore sekunder terjadi ketika seorang wanita yang telah mengalami siklus menstruasi normal kemudian berhenti mendapatkan menstruasinya selama 6 bulan atau lebih.
Penyebab terbanyak dari amenorea sekunder adalah kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi. Jika sebab-sebab tersebut bisa disingkirkan, maka penyebab lainnya adalah:
- Obat-obatan
- Stress dan depresi
- Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan, obesitas
- Gangguan hipotalamus dan hipofisis
- Gangguan indung telur
- Penyakit kronik
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat.
A. Saluran reproduksi :
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft
4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim
B. Gangguan Indung Telur
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
C. Gangguan Susunan Saraf Pusat
1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor
2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya
3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.
Pencegahan tergantung pada penyebabnya. Misalnya, melakukan olahraga yang ringan bukan olahraga yang ekstrim, mengontrol berat badan, dan langkah-langkah lain yang dapat membantu.
Prognosis tergantung pada penyebab amenore. Sebagian besar kondisi yang menyebabkan amenore sekunder memberikan respon yang baik saat pengobatan.
b). Oligomenorrhea (oligomenore)
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus haid memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami haid yang lebih jarang daripada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus haid berlangsung lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder.
Penyebab
Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus haid normal menjadi memanjang, sehingga haid menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya haid pertama dan menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbangan hormon dalam tubuh. Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada:
o Gangguan indung telur, misal : Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS)
o Stres dan depresi
o Sakit kronik
o Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
o Penurunan berat badan berlebihan
o Olahraga berlebihan, misal atlit
o Adanya tumor yang melepaskan estrogen
o Adanya kelainan pada struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah haid
o Penggunaan obat-obatan tertentu
Umumnya oligomenorea tidak menyebabkan masalah, namun pada beberapa kasus, dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Pemeriksaan ke dokter kandungan harus dilakukan ketika oligomenorea berlangsung lebih dari 3 bulan dan mulai menimbulkan gangguan kesuburan.
c). Polymenorrhea (polimenore)
Ketika seorang wanita mengalami siklus haid yang lebih sering (siklus haid yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal dengan istilah polimenorea. Wanita dengan polimenorea akan mengalami haid hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari biasanya.
Polimenorea harus dapat dibedakan dari metroragia. Metroragia merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi di antara dua waktu haid. Pada metroragia, haid terjadi dalam waktu yang lebih singkat dengan darah yang dikeluarkan lebih sedikit.
Penyebab
Timbulnya haid yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Ketidak seimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu siklus haid normal sehingga didapatkan haid yang lebih sering. Gangguan keseimbangan hormon dapat terjadi pada:
- 3-5 tahun pertama setelah haid pertama
- Beberapa tahun menjelang menopause
- Gangguan indung telur
- Stress dan depresi
- Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
- Penurunan berat badan berlebihan
- Obesitas
- Olahraga berlebihan, misal atlit
- Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.
Gangguan Lain yang Ada Hubungannya dengan Haid :
a). Dysmenorrhea (dismenore/nyeri saat menstruasi).
Dismenore terjadi pada 30-75 %wanita dan memerlukan pengobatan. Etiologi dan patogenesis dari dismenore sampai sekarang belum jelas.
Klasifikasi :
1. Dismenore Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional); adalah nyeri haid yang terjadi sejak menstruasi dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan.
Penyebab : psikis (konstitusionil : anemia, kelelahan, TBC); obstetric (serviks sempit, hyperante flexio, retroflexio); endokrin (peningkatan kadar prostaglandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi).
Etiologi : nyeri haid dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual dan muntah, diare, sakit kepala dan emosi labil.
Terapi : psikoterapi, analgetika, hormonal.
2. Dismenore Sekunder; terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore. Hal ini terjadi pada kasus infeksi, mioma submucosa, polip corpus uteri, endometriosis, retroflexio uteri fixata, gynatresi, stenosiskanalis servikalis, adanya AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), tumor ovarium.
Terapi : causal (mencari dan menghilangkan penyebabnya).
Dalam referensi lain disebutkan :
Bagi sebagian wanita, menggunakan bantal pemanas atau berendam dengan air hangat dapat membantu meringankan rasa nyeri. Beberapa obat pain relief juga dapat membantu meringankan rasa nyeri, diantaranya :
- Ibuprofen (misalnya: Advil, Motrin, Midol Cramp)
- Ketoprofen (misalnya: Orudis KT)
- Naproxen (misalnya: Aleve)
b). Pre Menstrual Syndrome (PMS)
PMS (pre menstrual syndrome) atau gejala pre-menstruasi, dapat menyertai sebelum atau saat menstruasi, seperti :
- perasaan malas bergerak, badan menjadi lemas, serta mudah merasa lelah.
- nafsu makan meningkat dan suka makan makanan yang rasanya asam.
- emosi menjadi labil. Biasanya perempuan mudah uring-uringan, sensitif, dan perasaan negatif lainnya.
- mengalami kram perut (dismenore).
- kepala nyeri.
- pingsan.
- berat badan bertambah karena tubuh menyimpan air dalam jumlah yang banyak.
- pinggang terasa pegal.
Jika kita mengalami PMS, kita bisa melakukan hal-hal seperti di bawah ini:
- mengurangi makanan yang bergaram, seperti kentang goreng, kacang-kacangan dan makanan berbumbu, untuk mengurangi penahanan air berlebih.
- kurangi makanan yang berupa tepung, gula, kafein, dan coklat.
- tambahkan makanan yang mengandung kalsium dan vitamin C dosis tinggi, seminggu sebelum menstruasi.
- konsumsi makanan berserat dan perbanyak minum air putih.
Jika menstruasi cukup banyak mengeluarkan darah, perbanyak makan makanan atau suplemen yang mengandung zat besi agar terhindar dari anemia.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi sakit perut sewaktu menstruasi, yaitu:
- kompres dengan botol panas (hangat) pada bagian yang terasa kram (bisa di perut atau pinggang bagian belakang).
- mandi air hangat, boleh juga menggunakan aroma terapi untuk menenangkan diri.
- minum minuman hangat yang mengandung kalsium tinggi.
- mengosok-gosok perut atau pinggang yang sakit.
- ambil posisi menungging sehingga rahim tergantung ke bawah. Hal tersebut dapat membantu relaksasi.
- tarik nafas dalam-dalam secara perlahan untuk relaksasi.
- obat-obatan yang digunakan harus berdasarkan pengawasan dokter. Boleh minum analgetik (penghilang rasa sakit) yang banyak dijual di toko obat, asalkan dosisnya tidak lebih dari 3 kali sehari.
c). Mastodinia atau Mastalgia
rasa tegang pada payudara menjelang haid. Disebabkan oleh dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan garam yang disertai hiperemia di daerah payudara.
d). Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
Rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari di pertengahan siklus menstruasi. Hal ini terjadi karena pecahnya folikel de Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan sampai 2-3 hari. Terkadang Mittelschmerz diikuti oleh perdarahan yang berasal dari proses ovulasi dengan gejala klinis seperti kehamilan ektopik yang pecah.
Sumber :
1. http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/125/amenorea
2. http://kliniksehat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=75&Itemid=18
3. http://situs.assunnah.web.id/2011/04/24/macam-macam-gangguan-haid/
4. http://womenshealth.gov/publications/our-publications/fact-sheet/menstruation.cfm
5. http://www.scribd.com/doc/60040959/Gangguan-Lain-Yang-Ada-Hubungan-Dengan-Haid
6. http://www.dechacare.com/Gangguan-Menstruasi-I54.html
7. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001218.htm
Epistaksis (Mimisan)

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.
ANATOMI VASKULAR

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :
1). Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.
2). Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.
ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.
1) Lokal
a). Trauma. Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
b). Infeksi. Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c). Neoplasma. Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.
d) Kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.
e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum. Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.
f) Pengaruh lingkungan. Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.
2) Sistemik
a). Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
b). Penyakit kardiovaskuler. Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
c). Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
d) Gangguan endokrin. Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase menstruasi.
LOKASI EPISTAKSIS
Menurunkan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan posterior.
1). Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
2). Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi. Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a). Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.
b). Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c). Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d). Rontgen sinus. Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi.
e). Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.
f). Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang mendasari epistaksis.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.
Hal-hal yang penting adalah :
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak.
a). Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b). Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.

c). Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah.
d). Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
e). Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
f). Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior).
Teknik Pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.
Komplikasi Tindakan
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.
KESIMPULAN
1). Epistaksis (perdarahan dari hidung) bisa ringan sampai berat yang berakibat fatal.
2). Perdarahan bisa berhenti sendiri sampai harus segera ditolong.
3). Pada epistaksis berat harus ditolong di rumah sakit oleh dokter.
4). Tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah dengan:
a). memencet hidung
b). pemasangan tampon anterior dan posterior
c). kauterisasi
d). ligasi (pengikatan pembuluh darah)
e). sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
f). di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
g). ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.
sumber : Cermin Dunia Kedokteran